Hati-Hati Mati Suul Khatimah
HATI-HATI MATI SU’UL KHATIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله تعالى الولي عند الضراء ، والمتفرد بالكبرياء ، والصلاة والسلام على النبي صفوة الأصفياء ، وعلى آله وأصحابه أئمة الأتقياء. وبعد
Segala puji bagi Allah –Ta’ala-, wali dikala susah, yang unik keangkuhanNya. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi pilihan, kepada keluarga dan para sahabatnya, imam dari orang-orang bertakwa.
Adapun selanjutnya:
Perhentian yang membuat cemas mereka yang mengetahui… membuat berkeringat mereka yang takut…
Untuk melampauinya, mereka siapkan beban bawaan yang ringan dan paksa diri dengan cemeti tekat hingga dapat malampauinya…
Perhentian yang membuat berjatuhan para pelaku dosa dan binasa diwilayahnya mereka yang binasa.
Su’ul khatimah[1], itulah tempat perhentian tersebut… jendela menuju neraka dan azab yang pedih…
Wahai engkau yang berbuat dosa, apa yang engkau ketahui tentang perhentian itu?!
Wahai engkau yang berbuat dosa, tidakkah pernah engkau mendengar pembicaraan yang meneror hati orang-orang saleh!
Rasulullah –salallahu alaihi wasalam– bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ » [رواه مسلم]
“Ada orang yang sungguh-sungguh beramal dalam waktu yang lama dengan amalan ahli surga, kemudian menutup amalnya dengan amalan ahli neraka. Dan ada orang yang sungguh-sungguh melakukan amal ahli neraka dalam waktu yang lama, kemudian menutupnya dengan amalan ahli surga.” [HR.Muslim]
Dan sabdanya –shalallahu alaihi wa sallam– ,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «.. وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ » [رواه البخاري]
“Sesunggunya amalan dinilai dengan penutupannya.” [HR.al-Bukhari]
Ibnu Rajab berkata, “Singkatnya, penutup amal adalah warisan dari amalan masa lalu dan semua itu telah ada pada catatan takdir terdahulu. Dari inilah bertambah ketakutan salaf akan su’ul khatimah. Diantara mereka ada yang cemas menyebut-nyebut masa lalunya.”
Hatim al-Asham berkata, “Siapa yang hatinya kosong dari mengingat empat saat yang membahayakan, maka dia tertipu dan tidak terhindar dari kesengsaraan.
- Bahaya hari pembalasan amal. Ketika Allah berkata, ‘Mereka di surga dan aku tidak perduli, sedang yang lain di neraka dan aku tidak perduli.’ Dia tidak tahu berada pada kelompok yang mana.
- Ketika diciptakan dalam alam tiga kegelapan[2]. Ketika dipanggil oleh Malaikat sebagai orang yang sengsara atau bahagia, dia tidak tahu termasuk yang sengsara atau bahagia.
- Saat disingkap catatan amal. Sedang dia tidak tahu apakah termasuk yang mendapat keridaan Allah atau kemurkaanNya.
- Hari ketika manusia dibangkitkan. Dia tidak tahu jalan mana dari jalan surga atau neraka yang akan dilalui.”
Sahl Ibn Abdullah berkata, “Ketakutan para Siddîkin (ulama yang beramal) akan su’ul khatimah pada tiap bahaya dosa dan gerak mereka. Merekalah yang di sifati Allah dalam firmanNya,
قال الله تعالى: ﴿ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ﴾ [المؤمنون: 60]
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut,…” [al-Mu’minun/23:60]
‘Atha al-Khaffâf berkata, “Tidaklah aku berjumpa dengan ats-Tsauri melainkan ia sedang menangis. Aku tanya, ‘Ada apa denganmu?” Dia menjawab, “Aku takut tercatat sebagai orang yang celaka dalam catatan takdir.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, itulah su’ul khatimah. Sudahkah engkau lihat bagaimana ‘ârifun (orang-orang yang tahu) memperhitungkannya… dimana posisimu dari mereka?! Apakah engkau melihat dirimu termasuk yang merasa malu dan takut atau yang merasa aman-aman saja?! Betapa meruginya engkau jika termasuk kelompok yang kedua. Bagaimana bisa seorang merasa aman meniti jalan yang mengantarnya kepada su’ul khatimah (pengakhiran yang buruk).
Wahai engkau yang berbuat dosa, waspadalah…berhati-hatilah!
Ibnul Mubarak berkata, “Sesungguhnya orang yang memiliki perseptif tidak akan merasa aman dari empat perkara:
- Dosa masa lalu, yang tidak dia tahu apa yang Tuhan perbuat dengannya.
- Umur yang tersisa, yang tidak dia tahu musibah apa saja yang akan dialami
- Kelebihan yang Allah beri, mungkin saja itu istidroj[3] dan
- Kesesatan yang terdekorasi sehingga nampak seperti petunjuk. Penyimpangan hati saat demi saat lebih cepat dari kedipan mata, yang bisa jadi mencabut agamanya tapa disadari.
Wahai engkau yang berbuat dosa, engkau merasa akan selamat padahal menempuh jalan maksiat dan bergelimang perbuatan yang dimurkai?!
Waspada dicabut nyawa… tidak tersadar kecuali setelah engkau dihadapan malaikat yang kasar lagi bengis!
Al-Hasan al-Bashri menasehati, “Bergegaslah, bergegaslah! Sesungguhnya ia hanyalah nafas, bila ditahan terputuslah seluruh amal kalian yang dijadikan pendekat kepada Allah –Azza wa Jalla-. Terahmati Allah orang yang melihat dirinya dan menangis atas sejumlah dosanya. Kemudian beliau membaca firman Allah,
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا ﴾[مريم: 84]
“Sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.” [Maryam/19 :84]
Jika mau –wahai engkau yang patut diiba-, aku sampaikan kepadamu beberapa kisah orang-orang saleh, yang menggabungkan antara ketaatan dan ketakutan su’ul khatimah… semoga itu dapat mengembalikan hatimu yang lari dari ketaatan dan menyadarkanmu sebelum hilang kesempatan…
Dari Ali –radhiyallahu ‘anhu-, dia berkata, “Aku mendatangi Umar Ibn al-Khatthâb yang sakit pasca ditikam Abu Lu’luah. Dia menangis. Aku Tanya, ‘Apa yang membuatmu menangis, wahai Amirul Mukminin?’ Dia menjawab, ‘Berita langit membuatku menangis. Kemana aku akan dibawa, ke surga atau neraka?’ ‘Bergembiralah dengan surga! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah –shalallahu alaihi wa sallam– bersabda yang tidak aku hitung berapa kali, “Dua orang sayid ahli surga adalah Abu Bakar dan Umar.’ Umar berkata, “Apakah engkau menjadi saksi wahai Ali bahwa aku di surga?! Aku katakan, ‘Ya. Dan engkau wahai Hasan[4], menjadi saksi kepada Rasulullah bahwa Umar termasuk ahli surga.”
Dari Muhamad Ibn Qois, bahwa seorang lelaki dari penduduk Madinah tengah sekarat, panik. Diapun ditanya, “Engkau panik?!” Dia menjawab, “Bagaimana tidak. Demi Allah, seandainya utusan gubernur Madinah mendatangiku, aku akan panik karenanya, lalu bagaimana lagi dengan (malaikat maut) utusan Tuhan semesta alam?!
Sebagian lagi menangis menjelang kematian mereka. Ketika ditanya akan hal itu dia menjawab, “Aku mendengar Allah mengatakan kepada suatu kaum:
قال الله تعالى: ﴿ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ ﴾ [الزمر: 47]
“…dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. “ [5]
Dan aku menunggu sebagaimana yang kalian lihat. Demi Allah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku!” Sebagian lagi mengatakan, “Seandainya syahadat (persaksian memeluk Islam) berada di pintu rumah dan mati dalam Islam di pintu kamar, niscaya aku memilih mati dalam Islam, karena tidak tahu godaan apa yang terjadi pada hatiku sepanjang pintu kamar ke pintu rumah.”
Sofyan ats-Tsauri menangis dan berkata, “Aku takut imanku dicabut saat kematian.”
Dahulu Malik Ibn Dînar melakukan shalat sepanjang malam sambil menggenggam janggutnya, seraya berkata, “Wahai tuhanku, telah aku ketahui bagaimana penghuni surga dan penghuni neraka. Di manakah dari dua tempat itu tempat tinggal Malik?”
Wahai engkau yang berbuat dosa, sadarkan dirimu…! Jika sedemikian itu keadaan orang-orang saleh, dimana satu dari mereka ada al-Fâruk Umar Ibn al-Khathab –radhiyallahu ‘anhu-, sahabat Rasulullah, yang telah diberitakan masuk surga, yang setan menjauh dari bayangannya… apa bukan semestinya engkau –wahai pendosa- lebih dalam kepanikanmu dan lebih deras cucuran air matamu…?!
Engkau bersangka baik dengan hari-hari yang dihisab
Tidak takut takdir buruk datang menjemput
Engkau selamat bermalam-malam hingga terhanyut
Di keheningan malam-malam kau cipta noda
Wahai pendosa, waspada hati mu tertelungkup!
Dari Anas –radhiyallahu ‘anhu-, dia berkata, bahwa Rasulullah banyak mengatakan,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ، فَقُلْتُ: يا نبي الله آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: نَعَمْ، إِنَّ القُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ»! [رواه الترمذي/ صحيح الترمذي للألباني: 2140]
“Wahai Tuhan yang membolak balik hati, tetapkan hatiku dalam agamaMu.”
Aku bertanya, ‘Wahai Nabi Allah, kami beriman kepadamu dan dengan apa yang engkau bawa. Apakah engkau masih khawatir terhadap kami?!’
Nabi menjawab, “Ya. Sesungguhnya hati berada di antara dua jemari Allah. Dia membolak baliknya sekehendakNya.” [HR.at-Turmudzi. Lihat Shahih at-Turmudzi oleh al-Albani no. 2140]
Wahai engkau yang berbuat dosa, berapa banyak hati yang Allah kunci mati sehingga tidak merasakan apapun, hingga munkar baginya makruf dan makruf kemungkaran…! Dia dalam keadaan terperosok dan buta…! Dalam keadaan sedemikian itu maut mendatanginya… jadilah dia su’ul khatimah.
Wahai engkau yang berbuat dosa, dosa termasuk sebab su’ul khatimah!
Wahai engkau yang berbuat dosa, dosa adalah jalan menuju neraka sebagaimana ketaatan jalan menuju surga…
Abu Muhamad Abdulhaq berkata, “Ketahuilah, bahwa su’ul khatimah –semoga Allah melindungi kita daripadanya-, tidak terjadi pada mereka yang lahiriahnya istikamah dan batinya saleh. Tidak pernah terdengar yang seperti itu dan diketahui, Alhamdulillah. Namun terjadi pada siapa yang memiliki kerusakan akal dan berkubang dalam dosa besar. Sehingga setan menyambut dan memanfaatkan keadaannya pada kondisi itu. Semoga Allah melindungi, semoga Allah melindung. Atau pada mulanya istikamah kemudian berubah keadaannya dan keluar dari kebiasaan baik dan menjadi jalan hidupnya, sehingga hal itu menjadi sebab su’ul khatimah dan buruk pengakhirannya.
Dari Abdul Aziz Ibn Abi Ruwad, dia berkata, “Aku menghadiri seorang yang dalam keadaan sekarat. Aku katakan kepadanya, “Ucapkanlah la ilaha illallah!’ Dia pun mengatakannya. Di saat saat terakhir, aku katakan kepadanya, ‘Ucapkan la ilaha illallah!’ Dia berkata, ‘Berapa kali engkau katakan?! Sesungguhnya aku ingkar dengan apa yang engkau katakan.’ Dia pun mati dalam keadaan itu. Aku tanya istrinya perihal orang itu. Istrinya menjawab, ‘Dia adalah pecandu minuman keras.’ Abdul Aziz berkata, ‘Takutlah pada dosa, sesungguhnya ialah yang membinasakannya.’”
Wahai engkau yang berbuat dosa, hati-hati dari berketerusan dalam dosa!
Berketerusan merupakan pintu menuju perkara besar… sudah berapa banyak yang dihantarnya kepada kebinasaan… sudah berapa banyak pelaku dosa yang diperosokkannya?! Sesungguhnya mencandu dosa jalan menjadi kebiasaan, membuat jiwa susah meninggalkannya… jadi sengaja lalai dan panjang angan-angan… hingga mati mengejutkannya dalam keadaan tidak istikamah.
Wahai pemabuk, apa merasa aman dengan kebodohan
Saat engkau lupa diri, kematian mengejutkanmu
Berkorban jadi pelajaran manusia
Sedang engkau berjumpa Tuhan sebagai seburuk makhluk melata
Ibnu Rajab berkata, “Ketahuilah, bahwa semasa manusia berharap hidup, dia tak akan memutus angan-angannya terhadap dunia. Dan terkadang tidak mengijinkan dirinya berpisah dengan kelezatan, syahwat kemaksiatan dan yang serupa. Setan menjanjikannya dengan taubat di akhir umurnya. Jika telah yakin tiba saat mati dan putus harapan hidup, baru tersadar dari mabuknya terhadap dunia. Saat itulah sesal atas kelalaian, penyesalan yang hampir membuat membunuh dirinya dan meminta kembali ke dunia untuk bertaubat dan beramal saleh. Sedikitpun itu tidak akan terkabul. Sakratul maut dan sesal kelalaian berkumpul pada dirinya. Padahal telah Allah peringatkan hamba-Nya dalam kitab-Nya akan hal itu agar bersiap sebelum datangnya kematian dengan taubat dan amal saleh. Allah berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ * وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ * أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ * أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ﴾ [الزمر: 54-58]
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-mu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya. Supaya jangan ada orang yang mengatakan, ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ).’ Atau supaya jangan ada yang berkata, ‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.`(58) atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik’.” .[az-Zumar/39:54-58]
Waspadalah -wahai engkau yang patut diiba- dikejutkan kematian sedang pintu taubat telah ditutup untukmu… janganlah sampai berjumpa Allah dengan memikul dosa-dosamu… betapa dahsyatnya hari itu bagimu !
Ibnu Rajab berkata mengenai firman Allah –ta’ala-:
قال الله تعالى: ﴿ وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ ﴾ [سبأ: 54]
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini…”[6]
‘Sekelompok salaf menafsirkan, termasuk Umar Ibn Abdul Aziz –radiallahu ‘anhu-, bahwa : mereka minta bertaubat ketika telah dipisahkan antara mereka dan syahwatnya.”
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Takutlah engkau wahai anak Adam, jangan sampai tergabung padamu dua perkara: sakratulmaut dan penyesalan atas yang terlewat.”
Ibnu as-Sammâk berkata, “Waspadalah terhadap sakratulmaut dan penyesalan. Kematian mencengankanmu. Tidak dapat tergambarkan kadar yang dialami dan dilihat.”
Al-Fudhail Ibn Iyadh berkata, “Allah –azzawajalla– berfirman, “Wahai anak Adam, jika engkau terombang-ambing dalam nikmatKu dan juga memaksiatiKu, waspadalah! jangan sampai aku binasakan sedang di antara kemaksiatan.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, benahilah keadaanmu… segera bertobat yang tulus… sesungguhnya siang dan malam terus menggulung umurmu tanpa engkau sadari. Orang berakal adalah yang bersiap menemui Tuhan-nya yang Maha Kuasa… dan berlindung dari su’ul khatimah…
Ibnu Rajab berkata, “Sebagian Salaf berkata, ‘Hidup kalian menjadi harapan banyak orang. Yakni mereka yang sudah mati. Berharap bisa hidup walau sesaat agar dapat bertaubat dan berbuat taat. Namun tidak ada jalan bagi mereka untuk itu!”
Wahai yang terpedaya dosa, berikut pergulatan para pendosa!
Wahai engkau yang berbuat dosa, su’ul khatimah adalah perhentian yang jelek dan tempat tinggal terburuk…
Berikut adalah sisi dari kisah kaum yang berketerusan dalam dosa hingga ditohok maut dan mereka dalam kelalaian, jadilah berakhir dengan su’ul khatimah…
Muhamad Ibn Uyainah al-Fazâri berkata, “Aku mendengar Abu Ishaq al-Fazâri berkata kepada Abdullah Ibn al-Mubârak, ‘Wahai Abu Abdurrahman, ada seorang dari sahabat kita yang mengumpulkan ilmu lebih banyak dari yang engkau dan aku kumpulkan. Saat sakratulmautnya aku hadir. Ketika dikatakan kepadanya, ‘Ucapakan lâ ilaha illallah!’ dia menjawab aku tidak bisa mengucapkannya. Kala dia bicara aku membantah. Dia katakan itu dua kali. Dia tetap seperti itu sampai meninggal. Aku tanyakan perihalnya.’ Dijawab, ‘Dia durhaka kepada kedua orang tuanya’. Sehingga aku menduga, dia tidak dapat mengucapkan kalimat ikhlas (la ilaha illallah) kerena kedurhakaannya kepada kedua orang tuanya.”
Bakr Ibn Abdullah al-Muzini berkata, “Seorang lelaki bani Israil mengumpulkan harta. Menjelang kematiannya, dia berkata kepada anak laki-lakinya, ‘Perlihatkan hartaku!’ Diperlihatkanlah sebagian besar kuda, onta, budak dan harta lainnya. Ketika melihat semua itu, dia menangis menyesal. Saat melihat malaikat maut, semakin menjadi tangisannya. Malaikat bertanya kepadanya, ‘Apa yang membuatmu menangis? Demi Tuhan yang telah mengasumsikanmu, aku tidak akan keluar dari rumahmu sampai memisahkan roh dari badanmu!’ Lelaki itu memohon, ‘Beri kesempatan hingga aku selesai membagikannya.’ Malaikat menjawab, ‘Mustahil! Sudah habis kesempatanmu, mengapa tidak engkau lakukan itu sebelum datang ajalmu?!’ Rohnya pun dicabut.
Ar-Rabi’ Ibn Birrah berkata, “Aku melihat lelaki di Syam yang dibimbing mengucap la ilaha illallah saat sakratulmaut hanya mengatakan, “Minum… tuangkan untuknya…!”
Hâsyim mengira dari Abu Hafs, dia berkata, “Aku mengunjungi seorang lelaki di al-Mashishah yang sedang sakratulmaut. Aku tuntun dia, ‘Ucapkanlah, la ilaha illallah!’ Dia berkata, ‘Mustahil, terhalangi antara aku dengannya.’”
Ibnu Rajab berkata, “Sebagian yang sakratulmaut saat ajal mendekati, menampar wajahnya dan berujar,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: [يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ]
“Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah,” [7]
Sebagian lagi mengatakan, ‘Dunia telah melalaikan hingga habis hari-hariku.’ Sebagian lagi berkata, ‘Jangan sampai engkau dilenakan oleh kehidupan dunia sebagaimana ia melenakanku.’”
Orang-orang dahulu ada yang mabuk semalaman. Istrinya mencelanya karena meninggalkan shalat. (Tidak terima) dia bersumpah akan mentalak tiga istrinya, dengan tidak shalat selama tiga hari. Ngotot mencerai istrinya, diapun melakoni tidak shalat tiga hari, namun mati setelah itu. Dalam keadaan mencandu minuman keras dan meninggalkan shalat.
Diantara pecandu khamr ada yang dipanggil Abu Amr. Suatu malam dia tertidur dalam keadaan mabuk. Dalam tidurnya dia mendengar seseorang melantunkan (syair) :
Benar-benar engkau Abu Amr
Bersemedi di atas khamr
Minum minuman keras
Ada banjir menerpamu tanpa engkau tahu
Dia pun terbangun gelisah dan mengabarkan mimpinya kepada orang yang ada bersamanya, namun mabuk membuatnya tertidur kembali. Saat subuh di mati seketika!
Dikisahkan mengenai para makelar. Ketika sakratulmaut, dituntun mengucapkan la ilaha illallah. Namun dia menjawab, ‘Tiga setengah… empat setengah….’
Yang lain dituntun, ‘Ucapkan lâ ilaha illallah!” Malah berucap, ‘Rumah fulan, perbaiki demikian… kebun fulan, bikin demikian… !”
Wahai engkau yang berbuat dosa, hisab dirimu… tuluslah dalam menghisab dirimu… dan segera bertaubat sebelum hilang kesempatan… ingat mati… ingat bahwa maksiat dan dosa merupakan jalan menuju su’ul khatimah…
Dengarkan wahai engkau yang patut dikasihani, demi memperbaiki batin dan lahiriahmu…! sesungguhnya kematian akan segera datang… siapa yang takut, akan bersungguh-sungguh dan menyelamatkan diri… larilah dari dosa kepada pengampun dosa… mulailah hidup baru; diawali dari tobat dan ditutup dengan amal saleh… semoga engkau termasuk orang-orang yang lolos… selamat dari su’ul khatimah…
Segala puji bagi Allah senantiasa dan selama-lamanya… shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi, keluarga dan para sahabatnya…
[Disalin dari احذر سوء الخاتمة Penulis : Azhari Ahmad Mahmud, Penerjemah Syafar Abu Difa Abu, Editor : Tim islamhouse.com divisi Indonesia. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
________
Footnote
[1] Pengakhiran yang buruk, mati dalam kemaksiatan –pent.
[2] Tiga kegelapan dimaksud adalah alam kandungan. Dimana janin terbungkus dalam ari-ari yang berada dalam rahim dan di dalam perut -pent.
[3] Bentuk azab dengan penguluran atau pembiaran dalam kelalaian dan kemaksiatan sehingga terlena dan binasa dalam kesesatan –pent.
[4] Putra Ali, cucu Rasulullah yang juga turut hadir –pent.
[5] (QS.az-Zumar/39:47)
[6] (QS.as-Saba’/34: 54)
[7] (QS.az-Zumar/39:56)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/46891-hati-hati-mati-suul-khatimah.html